Jumat, 25 Oktober 2013

INI HANYA SELEMBAR SAJA "ISMA SASMITA"


Ini Hanya Selembar
Tak banyak kata yang mampu kutulis ini cukup memngambarkan penolakanku, mengenalmu sudah cukup lama, bahkan melihat pengorbananmu yang begitu besar tak mampu terurai, tak mengenal waktu kau rela membawakanku sekotak makanan, melalui dinginya angin malam tak membuatmu merasa dingin untuk hanya sekedar melihatku dan memastikan aku makan malam, bukan hanya sekedar makanan, aku sering mencaci makinya dengan kata-kata kasar bahkan menyeret nama orang tuanya tapi, dia yang marah membuatku tak merasa takut bahkan aku merasa risih dengan tingkahnya yang berlebihan, tak menghitung jam rasa amarah yang sempat menjadi raja dalam fikiran dan perasaanmu berubah menjadi malaikat dan berbalik meminta maaf padaku. Aku masih saja risih.
“sudah cukup aku risih!”
“Sampai kapan kamu egois seperti ini ?”
“Sampai kamu mati!”
Ini bukan kata-kata yang pertama namun berulang-ulang kuucapkan ketika hati ini kacau, dia yang selalu khawatir dengan keadaanku dan aku yang tak suka diperhatikan, dia yang selalu mengingatkanku dan aku yang selalu merasa paling benar, menjadikan semuanya tak searah, dia yang selalu berjalan dipermukaan air dan aku lebih memilih jalan berliku dan tak memedulikan dia ketika terombang ambing dideranya arus air yang tak menentu, aku yang salah jalan ataupun benar takkan peduli dengan sedikit petunjuk darinya.
    Kebaikannya menjadi racun bagi diriku sendiri, pertama kali aku mengenalnya aku terbawah oleh gemingan kebaikanya, yang menganggapku sebagai adiknya sendiri, membantuku dalam segala hal, aku masih saja bertahan dengan posisi sebagai adiknya tapi, dia malah merubah perasaan suka itu menjadi kagum dan akhirnya dia cinta mati, cinta mati dalam pengertiannya namun kesalahan terbesar dalam tafsiranku.
    2 tahun terjalin sudah perasaan sepihak ini, rasanya tak mau melihat wajahnya, tapi hanya ingin melihat kebaikanya saja, ingin rasanya menyamakan perasaanku tapi matanya berkata lain, aku duduk disampingnya perasaan takkaruan, aku masih saja bergelut dengan perasaan yang membuatku tersiksa, seperti duduk dengan sodara kandung namun dia mencintai sepertilayaknya istri aneh kan? AKU GUGUP!
“tak terasa sudah 1 tahun kita tunagan. Katanya pelan
Aku hanya diam menundukkan kepala dan rasanya ingin menaparnya, begitu bahagianya ia mengutarakan kata-kata yang membuatku semakin menjadi untuk membencinya.
“Aku sudah tidak tahan lagi”! Kataku dengan nada tinggi.Aku berdiri, menggaruk-garuk kepala, menghentakkan kaki.Dia berusaha menenangkanku dengan jurus jitu yang sudah lambat laun membuatku bosan.
“Aku tidak bermaksud mendesakmu menikah, kita jalani sampai kamu siap aku siap menunggu, kamu hanya butuh waktu aku mungkin akan mati kalau bukan menikah dengan kamu”.
“Aku tidak butuh waktu lagi sekarang semuanya cukup, mending kamu bunuh aku dan aku mungkin lebih tenang”.
Dia hanya diam, tak ingin memperkeruh permasalahan ini, emosi sepihak mulai meredah aku tak banyak bicara lagi sedikit merasa bersalah karena hanya menyalahkan dia, dia mengantarku pulang sepanjang perjalanan aku hanya diam, dan fokus mendengar radio mobilnya, dia juga hanya diam. Beberpa menit kemudian aku minta untuk diturunkan di depan sebuah pusat perbelanjaan, dia mencegahku tapi, aku tak menghiraukan apapun yang dia katakan, aku turun dan menutup dengan keras pintu mobinya, aku tak bisa mengambarkan wajahnya tapi, mengenalnya membuatku tau dia hanya mengelus-elus dada menghadapiku.
Mobil hitam itu melaju, dan belum 5 menit handphoneku bergetar tanda ada sms yang masuk, aku hanya melihat layar handpone dan itu pesan darinya, aku mengabaikan pesan itu tak ada sedikit rasa ingin membuka pesan. Aku hanya terus berjalan menuju travel mampir sekitar 20 menit lalu pulang menggunakan taxi dalam taxi aku membuka kartu hadpone dan membuangnya diluar jendela, dan membuang bersama dengan pesan yang belum sempat terbaca, Aku tak peduli
Hanya kata-kata “Aku sayang sama kamu aku mau hidup sama kamu” yang membuat semuanya seruwet ini dan dengan jawaban “ kalau memang serius langsung lamar “ yang membuatku salaha disemua cerita, semuanya terbukti dia yang dengan gagahnya membawa ibu dan ayahnya kerumah dan orang tuaku yang terpanah dengan keberanianya aku merasa berhutang budi, dan bermaksud membalasnya denga menerima pinagannya dan membuatku terjebak harus kujalani selama 1 tahun sandiwara ini, aku jalani dengan harapan akan jatuh cinta namun aku hanya tetap berada diposisi yang sama, takkan mampu tertutupi oleh apapun.
Rasanya begitu tenang, serasa lahir kembali selepas dari lelaki lebay itu, hari-hari yag kutata dengan begitu selektif dan yang pasti tak mau lagi terjerumus dengan iming-iming persaudaraan karena hanya menyisakan beban moril yang mendalam, tak bisa membedakn mana cinta sodara dan mana yang menjadikan nama sodara menjadi topeng, walaupun ini kesalahanku, tapi aku takkan menjadikan nama cinta menjadi korban dan takkan mau salah di titik yang sama. Aku bebas dan berhasil lari darinya, dan tidak akan mungkin menemukanku dikota jakarta dengan muda semntara dia di Maluku, aku memutuskan untuk melanjutka S2 dijakarta dan menata hidupku kembali, sesekali aku mencek akun facebook dan twitter dan hanya ada pesannya yang menumpuk dari jejeran pesan yang ada, tak ada niat untuk membukanya aku hanya mengabaikan dan langsung menghapus pesannya. Tali pertunangan yang putus secara sepihak ini membuatku sedikit legah, tak mau memikirkan apa-apa lagi, aku hanya cukup menata hati dan menunggu diri sendiri untuk jatuh cinta dan bukan karena rasa kasihan.
Aku mecek akun twitter lagi, membuka pesan dan ada yang aneh tak ada satupun pesan dari dia, tapi, ada yang menarik ada satu pesan yang membuatku tergerak untuk membacanya pesan dari kakak kandung Ilmi,
“ Ilmi sudah terbaring di rumah sakit selama 1 bulan, dia hanya menyebut nama mu Ana kami dari pihak keluarga sangat berharap kamu kembali walaupun sebentar, kami sudah tau semua kelakuan kamu dari buku catatan Ilmi, selama ini dia tidak pernah cerita apa-apa tentang hubungan kalian, bahkan dia sering menceritakan kelebihanmu saja.
Tiba-tiba air mataku meleleh, tak tau kenapa ini kali pertama aku menagis karenanya, isi pesan ini terlalu menyentuh untuk kubaca, kata-katanya yang akan mati bila kutinggalkan itu membuatku merasah begitu haru, apakah mungkin itu akan menjadi kenyataan dan aku akan menjadi pembunuh, tak bisa kubiarkan aku harus pulang. Tak berpikir panjang aku bergegas pulang, hanya menelpon taxi dan membawahku kebandar, beberapa jam aku tiba dimaluku, tak kenal lapar,lelah,dan haus aku hanya melanjutkan perjalananku, airmata yang terus meleleh berharap masih bisa mendapatkan sedikit denyut nadinya. Aku lari dan terus lari menuju ruangan dimana dia dirawat, panik mencari perawat dan menanyakan ruangan, perawat muda itu menunjuk keatah timur, aku diam lalu berlari menerobos semua rasa lelah dan berdiri tepat didepan pintu, aku melihat kearahnya, keluarganya memandangku begitu sinis, dengan deraian air mata mereka mencaciku.
“Perempan tak tau malu”! kata ibunya dengan nada lantang lalu meraih rambutku dan mendorongku hingga tergeletak dilantai, ayahnya berusaha menenangkan suasana namun amarah ibunya tak kuasa dibendung dia kembali menamparku. Aku tak menghiraukan ibunya aku melihat lat pendeteksi jantung itu masih normal, aku mendekat dan membisikkan kata-kata ditelinganya
“Ilmi”. Dia belum membuka matany tak ada respon
“Ilmi”. Jari-jarinya bergerak
“Ilmi”. Disudut matanya menetes air mata
”Ilmi aku minta maaf, mungkin aku hanya menjadi perempuan paling berdosa dan paling membuatmu menderita, terimakasih karena kau telah mencintaiku sebesar ini mungkin lautan takkan bisa menjadi bukti terimakasihku, kau memang adalah orang yang paling sempurnah mencintaiku selain ibu dan ayahku dimuka bumi ini dan mungkin tak ada orang kedua yang terlahir untukku, maaf karena aku lari dari kenyataan, maaf juga karena semuanya membuatmu terbaring tak berdaya seperti ini. Ilmi cinta memang bagian dari pengorbanan tapi, pengorbanan tak menjadi bagian cinta, batu takkan berubah menjadi salju, dan alam selamanya akan menjadi alam bukan menjadi tulisan, Ilmi mungkin aku datang hanya akan menambah irisan luka dihatimu yang akhirnya akan membunuh kita berdua tapi, jika hari ini nadi terakhir untukmu aku takkan berbohong lagi dan takkan meninggalkanmu, semuanya membuatku merasa mati sebelum mati ketika cinta harus diutarakan dengan sakral namun tak memberikan hasil untuk detak jantungnya yang mulai melambat, aku takkan mau membuatnya istrahat dengan kebohongan meski luka itu adalah luka yang membuatnya akan mengerti alasanku, aku putus asa, tak ada jalan lain aku tak ingin bicara dengan jasadnya yang tak berpenghuni.
“Ilmi bangun”! Dengan kasar
Aku datang disini bukan karena mencintaimu, dan aku tak tau aku hanya selalu mengagumi kebaikanmu dan pengorbananmu, Tuhan telah memberiku seribu lembar untukku catat semua kehidupanku namun hanya memuat selembar saja tentang rasa cinta itu, Air matanya terus mengalir dari sudut mata, suasana yang haru orang tua dan sanak keluarga yang begitu marah tak membuatku harus berpurapura mencintainya meski dia akan mati pada saat itu. Aku berlari menjauh dari ruangan itu dan aku tak tau apa yang terjadi disana, aku hanya berlari dengan linangan air mata dan Dorrrrrrrrrrrrrrrrrrr !!!! Aku merasa tercekik persis dibawah mobil ber ban 10 ini

1 komentar: